Senin, 28 Desember 2015

MEREKA YANG DIPINGGIRAN

Biasanya sore ini aku lihat Jos berjalan didepan tempat aku nongkrong menyeduh kopi di warung Mbok Juminem. Tetapi sore ini aku tidak melihat batang hidungnya, dan juga rumahnya yang disebelah warung Mbok Juminem yang terkunci rapat-rapat seperti ditinggal penghuninya keluar. Jos adalah anak berusia 13 tahun yang tinggal bersama neneknya yang sudah tua renta. kehidupan sehari-hari Jos berjualan asongan dipinggiran jalan raya lampu merah yg tak jauh dari rumah tempat dia tinggal.

"Mbok, sore ini aku tak lihat Jos pulang kerumah. kemana dia?."

"Lho, kamu tidak tahu ya mas, kalau nenek Jos kemarin malam meninggal dunia. penyakit Asma neneknya Jos kambuh dan seketika itu nyawa nenek Jos tak bisa diselamatkan." kata Mbok Juminem.
Saat itu juga aku merasa iba dan ingin tahu dimana keberadaan Jos saat ini. seolah-olah kejadian kematian nenek Jos tidak ada tersiar kabar hening dan berlalu. berbeda dengan kematian-kematian para pejabat atau artis-artis yang seolah-olah kita dibuat iba dan prihatin atas kejadian tersebut. yaa, nenek Jos memang bukan seorang yang dikenal, dia seorang perempuan tua renta yang ditemani seorang cucu laki-lakinya yang setiap hari mencari nafkah untuk hidup mereka. kematian bagi seorang yang miskin hanyalah kematian yang tak mempunyai nilai keberadaan orang tersebut. masih untung nenek Jos dimakamkan oleh warga setempat dan diambilkan uang kas warga untuk membeli kain kafan dan sepetak tanah buat makam nenek Jos.

"Lalu Jos kemana Mbok sekarang?."

"Dia sekarang ikut Simbolon, pimpinan anak-anak jalanan itu lho." kata Mbok Juminem. Saya langsung bergegas dan pergi meninggalkan warung tersebut.


Kusut, lusuh, kotor, saat kujumpai Jos pagi ini. Matanya masih bengkak, merah, dan layu raut wajahnya, karena sisa-sisa ia menangis semenjak kepergian neneknya. kuajak dia duduk di warung Mbok Juminem sambil kutawarkan dia sarapan pagi ini.

"Kamu pesan apa Jos?. Tak usah malu-malu kali ini aku yang traktir"

"Makasih mas, aku pesen mie rebus aja." Kata Jos.

"Mbok, mie rebus plus telor pake nasi ya dua porsi." memanggil Mbok Juminem.

"Nggeh mas. Minumnya apa mas?." Jawab Mbok Juminem.

"Biasa mbok kopi sama air putih, sama susu mbok ya buat Jos."

"Enggak mas aku es teh aja, aku ga biasa minum susu." Jos langsung nyeletuk.

Memang susu bagi Jos adalah minuman langka, mulutnya serasa aneh bila kemasukkan benda yang satu ini. Semenjak kecil dia tak pernah di berikan asupan susu atau ASI oleh ibunya. Karena Jos semenjak umur lima bulan sudah dititipkan dan diasuh oleh neneknya. Orang tua Jos sudah lama berpisah sejak Jos didalam kandungan usia tiga bulan. Karena Ibu Jos tak pernah di nafkahi oleh suaminya yg berpoligami dengan ke dua istri lainnya. Setelah melahirkan Jos, Ibu Jos mendaftar sebagai TKW ke Arab Saudi, semua itu dilakukan karena Ibu Jos mempunyai tanggungan hutang karena tak sanggup membayar biaya persalinan saat melahirkan Jos.

"Mas kenapa ya, hidup saya serasa tak adil." Tanya Jos kepada saya.

Mendengar perkataan itu saya lantas menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri dan menahan bendungan air mata agar tak menetes di depan Jos. Belum sempat saya menjawab pertanyaan itu lalu jos berkata lagi.

"Hingga saat ini saya belum pernah jumpa dengan Ibu saya. gimana wajah beliau, sedang apa beliau sekarang, bila memang seandainya beliau masih benar hidup." Tambah Jos.

Semenjak Ibu Jos menjadi TKW di Arab Saudi hingga saat ini tidak ada lagi tersiar kabar berita mengenai keadaan, serta keberadaan Ibu Jos dari negara muslim tersebut. seolah-olah semuanya hilang dan tak ada pihak yang mau mengusut keberadaan Ibu Jos. karena beberapa pihak justru menuding dan menyalahkan keberangkatan Ibu Jos menjadi TKW dengan menggunakan jalur Ilegal atau agen tidak resmi yang ditunjuk oleh pemerintah pada saat itu. Yah, bagaimana Ibu Jos bisa tau kalau itu jalur resmi atau tidak resmi. Ibu Jos yang pendidikannya hanya sampai mengenyam bangku SMP tidak tahu legal formal prosedur menjadi seorang TKW, yang hanya di pikiran dia adalah bagaimana cara mendapatkan uang dan bisa membayar hutang dia. Dua tahun saat pertama kepergiannya, Ibu Jos masih sempat mengirim surat dan uang melalui kantor pos untuk Jos dan neneknya. Tentunya uang itu digunakan untuk melunasi hutang-hutangnya lalu sisanya dibuat mereka untuk memenuhi kebutuhan neneknya dan Jos kecil pada saat itu. karena nenek Jos yang profesinya menjual Opak Singkong dipasar harus berhenti sejenak karena harus mengurus Jos yang masih balita.

"Kalau kau ingin berontak, berontaklah Jos. Hidup memang tak adil di negara ini. Tidak hanya dirimu saja keadilan yang tidak kau peroleh. Tetapi ratusan bahkan jutaan manusia di negara ini merasa keadilan itu sudah hilang. Jangan menyerah pada nasib, kita miskin bukan karena nasib kita miskin. Tetapi kita di miskinkan." 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar